Sabtu, 07 Mei 2011

Hasan al-Attar

“Pembaharu Pemikiran Keagamaan di Mesir”

al-Azhar yang kita kenal adalah salah satu universitas tertua didunia, pada mulanya merupakan sebuah masjid yang didirikan pada pada tahun 970 M / 359 H. Bagunan ini diorientasikan sebagai pusat penyebaran dakwah dan pengajaran ilmu keislaman. Nama al-Azhar sendiri di ambil dari “Fatimah al-Zahra” putri nabi Muhammad SAW, untuk memuliakan namanya. Dikemudian hari, al-Azhar menjelma menjadi sebuah lembaga pendidikan islam yang namanya dikenal diseluruh dunia. Disinilah pusat tempat umat islam dari segala penjuru belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuna, khususnya kajian keislaman.

Al-Azhar bukan saja berfungsi sebagai tempat mengajar ilmu agama, tetapi juga tempat lahirnya du’at (dai-dai) islam ynag unggul. Tanpa peranan itu, al-Azhar layaknya badan yang tidak mempunyai ruh. Al-Azhar memang terkenel dengan metode pembelajaranya yang tradisional. Dari metode ini, mulailah ada ide dan pemikiran untuk merombak sistempembelajaran dari bentuk tradisional ke sistem yang lebih modern. Di antara mereka yang menyeru kearah pembaharuan itu ialah syeikh Hasan al-Attar, salah seorang ulama yang juga belajar di al-Azhar dan pada akhirnya menjadi Grand Syeikh di sana.

Hasan al-Attar lahir di kairo pada tahun 1180 H / 1766 M, dan wafat pada tahun 1250 H / 1835 M. Ayahnya, “Ali Muhammad al-Attar”, merupakan sosok kelahiran Maroko yang menghabiskan hidupnya sebagai pedagang. Sejak kecil, Hasan al-Attar ikut membantu ayahnya berniaga. Walaupun profesi sebagai pedagang, ayah beliau ini sangat gemar pada ilmu pengetahuan. Tak heran jika putranya, Hasan al-Attar, ikut sigap dalam hal ilmu pengetahuan dengan mendalami berbagai disiplin ilmu di al-Azhar.

Hasan al-Attar adalah satu tokoh pencetus serta pembaharu dalam kemajuan dan perkembangan keagamaan di Mesir. Beliau juga merupakan salah satu pendobrak gerbang islah dan tajdid ketika mayoritas ulama al-Azhar menutup diri pada beberapa ahkam fiqhiyyah. Bahkan di usianya yang ke 65, beliau diangkat menjadi Grand Syeikh al-Azhar. Tepatnya pada tahun 1830 M / 1246 H. Selama hidupnya, Hasan al-Attar menghabiskan waktunya untuk mengabdi pada al-Azhar hingga wafat.

Pada tahun 1798, ketika Napoleon Bonaparte dan pasukanya menjajah Mesir, Hasan al-Attar yang kala itu berumur 32 tahun, bersama ulama-ulama lain mengasingkan diri (baca: mengamankan diri) di sebuah tempat selama 18 bulan. Ketika keadaan dirasa aman, barulah Hasan al-Attar mulai kembali meneruskan pelajaranya di al-Azhar. Bahkan beliau tetap gigih menuntut ilmu ketika Mesir masih dalam keadaan tidak stabil di bawah kekuasaan Perancis.

1802 M, setahun selepas kekuatan Utsmaniyah dengan bantuan Inggris berhasil mengusir Perancis, Hassan al-Attar pergi ke Romawi, Hijaz, dan Turki untuk lebih mendalami ilmu yang beliau miliki. Pada tahun 1810 M, Hasan al-Attar meneruskan perjalanannya ke kawasan Syam selama lima tahun. Beliau kembali ke Mesir pada tahun 1815 M untuk meneruskan pengabdianya di al-Azhar. Saat itu, Mesir berada di bawah komando Muhammad Ali, sosok desertir Utsmaniyyah yang memproklamirkan kemerdekaan Mesir di tahun 1805. Di masa inilah Mesir menjadi negara dengan ketenangan politik yang mulai terjamin.

Berbeda dengan kebanyakan ulama islam di era paska kolonialisme. Ketika mereka masih terasyikkan dengan budaya skolastik di era pertengahan, Hasan al-Attar telah membuka cakrawala intelektualnya menuju modernitas. Beliau tidak sekedar merujuk pada hasyiah ataupun Syarh saja, melainkan juga kembali pada refrensi-refrensi primer yang ada. Pun beliau tak segan untuk menyeneraikan ide-ide produk ketajam berfikir beliau sendiri. Tidak cukup dengan teks-teks Arab, Hasan al-Attar kadang kala mengkolaborasikan ilmu pengetahuan timur dan barat. Faktanya, Hasan al-Attar sendiri merupakan sosok yang memiliki hubungan baik dengan negara-negara di Eropa, khususnya Perancis.

Hasan al-Attar tercatat pernah mengutus salah satu muridnya untuk lebih mendalami ilmunya di Perancis. Pada giliranya, murid beliau ini menulis sebuah bukubertajuk talkhis al-Ibriz. Dalam buku tersebut, ia sangat memuji kondisi dan situasi di Perancis, seperti apa yang telah ia rasakan ketika menuntut ilmu di negara tersebut. Tentu, buku ini juga tak bungkam dari beberapa kritikan untuk masyarakat Perancis yang lebih memprioritaskan materi. Murid Hasan al-Attar ini tak lain adalah Rifa’ah Tahtawi, sosok reformis Islam yang tersohor itu.

Hasan al-Attar memiliki banyak guru dengan spesialisasinya masing-masing di pelbagai disiplin ilmu keislaman. Beliau pernah berguru pasa Syeikh Muhammad al-Amir, Muhammad al-Shoban, Ahmad bin Yunus, Ahmas ‘Arusyi, Abdullah Syarqawi, Muhammad al-Syanwani, Muhammad ‘irfah, dan lainya. Hasan al-Attar menulis berbagai buku dalam disiplin ilmu qawa’id al-I’rab, nahwu, mantiq, isti’arah, dan adab al-bahts. Baliau juga menuliskan hasyiah ‘ala syarhi Isaghuji dalam ilmu mantiq, hasyiah ‘ala jami’ al-Jawami’ dalam ushul fikih, hasyiah ‘ala maqalat ayeikh al-suja’I, dan lain sebagainya.

‘Abdurrahman al-Rafi’i (sejarawan terkemuka) berkata, “Syeikh Hasan al-Attar adalah seorang ulama Mesir yang tidak diragukan lagi ilmunya, mumtaz dalam ilmu adab dan funun, dan juga mendalami ilmu-ilmu modern, yang mana jarang dimiliki oleh para Syeikh al-Azhar”. Terbukti, bahwa Hasan al-Attar merupakan salah satu ulama ensiklopedis dan multi diplisiner.

Di antara tokoh pembaharu al-Azhar yang terkenal ialah Muhammad Abdul Wahhab , Muhammad Abduh, dan al-Afghani. Mereka adalah sosok ulama yang dapat mengkritik umat secara terang-terangan. Lain halnya dengan Hasan al-Attar. Pembaharuan yang dilakukanya yang dilakukanya diselaraskan dengan keupayaan umat ketika itu. Ini semua dapat dibuktikan dengan penelitian beliau yang amat bernilai serta bermakna dalam perkembangan alam pemikiran islam. Hasan al-Attar juga sangat bijak dalam sains dan dapat memahami tradisi pemikiran Islam untuk menentukan keutamaan-keutamaan ilmu. Satu hal yang pasti, beliau tetap selalu berpegang pada paradigma teologis dan segala cabangnya, yang telah memandu umat islam sepanjang zaman. “wallahu a’lam bi al-shawwab”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar