Rabu, 31 Agustus 2011

“Berilmu mempunyai banyak kelebihan”


• kepala ilmu itu tawadhu,

• matanya adalah bebas dari dengki,

• telinganya adalah faham,

• lisannnya adalah kejujuran,

• hafalannya adalah pemeriksaan,

• hatinya adalah niat yang baik,

• akalnya adalah mengenal perkara-perkara yang wajib,

• tangannnya adalah kasih sayang dan sillaturahim,

• kakinya adalah mengunjungi ulama,

• tekadnya adalah kesehatan,

• hikmahnya adalah wara atau hati-hati,

• tempatnya adalah selamat,

• penuntunya adalah kesejahteraan,

• senjatanya adalah kelembutan bicara,

• pedangnya adalah keridhaan,

• busurnya adalah dialog,

• pasukannya adalah berdekatan dengan ulama,

• hartanya adalah adab dan amal,

• tabungannya adalah menjauhi dosa,

• bekalnya adalah kebaikan,

• petunjuknya adalah hidayah,

• teman dekatnya adalah bersahabat dengan orang shaleh yang menuntut ilmu.

"lebaran Q tahun ini"

Alhamdulilah...

Hari yang fitrah "idul fitri" kini telah tiba, dan semua umat muslim turut senang tentunya tuk merayakan hari agung ini, tak jauh juga Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir),setiap lebaran masisir semuanya berkumpul di Masjid al-Salam, tuk shalat ied berjama'ah dan makan bersama. itu semua memang sudah dipersiapkan oleh KBRI tuk masyarakat Indonesia yang ada di sini.

emang jauh berbeda dengan suasana lebaran di rumah sendiri. bisa berkumpul dengan sanak saudara, serta saling meminta maaf. akan tetapi, lebaran berkumpul dengan kawan-kawan seperjuangan di masjid al-Salam emanglah lebih mengharukan. mungkin karena kita semua sama-sama jauh dari family, dan sama-sama merantau di negeri orang.

ya, suasana lebaran seperti itu yang sudah dua kali aku alami...^_^,.
tapi, untuk lebaran yang ketiga kalinya (sekarang). aku tidak lagi berada di tengah-tengah mereka. hmm... aku lebih memilih untuk sendiri.

ntah lah.. apa yang sekarang ada dalam fikiranku..
Aku langsung bergegas pergi. huuuufh, itupun belum tahu tujuan, hendak kemana kaki ini akan melangkah.



akhirnya, pilihanku jatuh pergi ke tahrir...
ya, mungkin dengan pemandangan sungai nil yang sangat menawan itu, setidaknya bisa membuat hati ini lebih sejuk dan damai....>>


Aku hanya bisa duduk terdiam seribu bahasa. pasrah tanpa kata hendak terucap...
bahkan air sungai yang menyapa pun, aku mengacuhkanya...







aku hanya tertarik pada kapal yang terus melintas di depanku. dimana orang-orang di dalamnya bersorak ramai, seperti kebiasaan orang-orang mesir, ketika mereka merasakan kebahagiaan mereka nggak sungkan-sungkan tuk menari. bahkan melonglong dengan suara khas mereka... hmmm jujur akupun tak bisa menirukanya, (padahal teman-temanku pernah beberapa kali mengajariku, tapi tetap saja aku tidak bisa menirukan suara mereka)

Kali ini, gelombang-gelombang kecil itu kembali menyapaku...
mereka memanggilku, seolah memang ada sesuatu yang hendak mereka sampaikan.
hmm... sebelum mereka bicarapun aku ternyata sudah melihatnya..^_^,.
mereka menghadirkan bayangan keluargaku.. sungguh menakjubkan. aku bisa melihat wajah bapak, ibu, mbak roh, mas sunu, mbak suk, mbak ria, juga mas aan.

sungguh kebahagian yang sangat..>> walaupun kini aku tidak bersama mereka. namun mereka semua kan tetap selalu ada bersamaku...^_^,.



Nil, 30 Agustus 2011











"Bersih hati, Suci jiwa"

malam ini adalah i'tikaf terakhir di bulan suci tahun ini insyallah...

masjid rob'ah (nama asli masjid itu "robiah al-adawiyah", tapi orang-orang mesir menyebutnya dengan masjid rob'ah), masjid yang selalu memberikanku ketenangan, dia juga selalu memberikanku motivasi yang membuat kehidupanku lebih bermakna. dan tuk kali ini, dialah satu-satunya saksi bisu, yang kini telah mengukir warna dalam diriku.

Sungguh moment penting yang begitu mahal untukku, detik-detik akhir yang harus aku lalui dibulan ramadhan ini. hanyalah dengan sedikit usaha tuk selalu taqarrub dengan-Mu wahai sang khaliq...

tat kala fajar menyongsong, entah apa yang ada dalam benakku. terlintas rasa sedih. begitu sangat sesak, tak ingin rasanya bulan penuh rahmat ini berakhir begitu saja.

kumandang azan subuh, begitu menyusup di dada. hendak kah waktu ini dapat kembali berputar? hhhhh... aku tak dapat menjawabnya. akan tetapi, aku hanya bisa berharap, bertemu dengan Ramadhan mendatang, itu adalah suatu anugrah terbasar bagiku.



rob'ah 29 agustus '11


Sabtu, 20 Agustus 2011

rindu Q

Heningnya malam, pekat, pun begitu hampa. Aku tak mendengar suara apapun kecuali detik jam yang terletak tepat dihadapanku. Karena saat ini aku sedang terduduk di meja belajarku. Ya, sedari tadi aku termenung, dan hanya memandangi fhoto yg ada dihadapanku.

Hhhh… helaan nafasku berhembus, dan hanya senyuman kecil yang bisa terukir di wajahku. ketika kumelihat wajah ibuku di sebuah bingkai fhoto yang kini kuraih. Tak luput segera keberikan pelukan hangat pada frame yang hanya bermotif polos itu, pertanda kalau saat ini ku sedang merindukannya.

Kini hayalanku buyar ntah kemana, teringat olehku bayangan ibu ketika aku pulang ketanah air lima bulan yang lalu. Dari kejauhan aku melihat ibu sudah menitikkan air mata begitu melihatku di bandara, Ibu langsung memelukku erat-erat, disertai kecupan sayang yang sudah dua tahun aku tidak merasakannya, serasa begitu damai aku dalam pelukannya.

Walau hanya sebulan setengah aku di rumah, tapi waktu yang sangat sedikit ini bagiku bagaikan perhiasan yang tidak ternilai lagi harganya. Hingga tak mampu lagi hendak kututurkan dengan kata-kata.

------ * * * * ------

Suatu malam , Aku serasa ada yang aneh pada ibu, ya ibu tiba-tiba datang menghampiriku, sembari kulihat di tangannya sebuah buku yang sekilas kubaca di sampul depannya “Kaidah membaca al-Quran dengan Tajwid”, hmm.. awalnya aku mengira ibu akan menanyakan sesuatu padaku. Tapi ternyata dugaanku salah. Justru ibu memintaku untuk diajarkan ilmu tajwid, dan cara membaca al-Quran yang baik dan benar.

Dengan senang hati aku dan ibu terus belajar tuk mengulas pembahasan ilmu tajwid. Aku bangga pada Ibu, walaupun usianya sudah tua, tapi semangat belajarnya melebihi aku yang masih mahasiswi. bahkan cucunya kini sudah enam, memang dikeluargaku hanya aku yang belum menikah, kelima kakakku sudah berkeluarga. Tentunya ayah dan ibuku sudah dipanggil kakek dan nenek sejak aku menginjak kelas lima SD.

Sambil membaca contoh ayat-ayat yang tertera di buku itu. Sesekali aku memandangi ibu, senyuman kecil yang dapat kuberikan walau tak terlihat olehnya. Tanpa kusadari, aku melihat bayangan di samping ibu, tepatnya bayangan masa kecilku. Terlihat jelas di mataku, sosok kecilku di pangkuan ibu dengan suara lantang menghafalkan surat-surat pendek, aku mengikuti apa yang dibaca oleh ibu.



Ya allah… bagaimana bisa kali ini dunia terbalik, saat ini aku tengah mengajarkan ibu, Yang mana dulu ibu mengajarkanku bagaimana cara membaca al-Quran, dan menghafalkan doa-doa. Aku bengong sejenak, ayat yang kubacapun akhirnya terputus. Ibu hanya heran melihatku yang tiba-tiba berhenti membaca. Tapi kulanjutkan kembali membacanya, tuk menyembunyikan rasa haruku pada ibu. Rasanya ingin menitikkan air mata jika mengingat bagaimana perjuangan ibu dimasa kecilku dulu.


---------- * * * * -----------


Tepat pukul 02:00 tanpa sengaja aku terbangun dari tidurku. Padahal seperti biasa aku memasang alarm pukul 03:00 tuk shalat tahajud. Tapi entahlah kali ini, rasanya ingin keluar dari kamarku. Aku berniat tuk kedapur tuk minum, karena rasa dahaga yang tiba-tiba menyerbuku. Mungkin ini juga kesempatanku tuk sekalian ambil air wudhu’.

Begitu melintasi kamar ibu. Aku mendengarkan lantunan kalam ilahi yang di baca oleh ibu. Suara yang terbata-bata pun agak serak, Mungkin karena ibu juga sudah tua. Tapi sungguh, ketika ku mendengarkan suara itu, terasa hati begitu sejuk, tapi juga ada perasaan sedih, pilu, haru membaur jadi satu. Entah apa yang tiba-tiba datang menyayat hati. Pelupuk matapun bak riak sungai yang mengalir dengan derasnya.


-------- * * * * --------


Tanpa terasa, kini air mataku membasahi frame fhoto yang dari tadi berada dalam pelukanku. Rasa rinduku pada ibu makin tertanam begitu dalam, hingga akarpun tak mungkin lagi tuk menggapainya.

Bu… Izinkan anakmu ini, tuk beberapa waktu lagi tuk tatap di Negeri seribu menara ini, demi memulung sebuah ilmu. Walau jarak yang memisahkanku darimu, tapi batinku kan selalu rapat disisimu.

Wahai malam.. sampaikan salamku tuk ibu. Katakan padanya kalau kini aku sangat merindukannya. Rindu akan belai kasihnya. Pun mengharap, ku selalu berada di pelukannya.

Wahai Sang Khaliq.. kumohon lindungilah ia. Jagakanlah agar senyuman tetap selalu terukir diwajahnya. Jangan biarkan marabahaya dan penyakit menghampirinya.

I LOVE YOU my mom…..>>>

Madrasah, 20 agustus 2011






Jumat, 19 Agustus 2011

rihlah tarbawiyah part III



udah jadi agenda tahunan pondok Darussalam Gontor mengirimkan santri dan santriwatinya studi banding ke negara lain, dengan tujuan untuk meningkatkan bahasa, khususnya english dan arab.

hmm... alhamdulilah tuk yang kedua kalinya, aku diberi amanah untuk bisa bergabung dengan santriwati jadi mudabbirah mereka selama di Mesir. Awalnya, sempat ada rasa nggak pede, dengan bahasa arabku yang pas2an, ketika harus mengajak mereka tuk berbahasa arab yg baik dan benar...
bismilah, mungkin ini adalah kesempatan baik. ana anggap amanah ini adalah wujud pengabdianku tuk pondok. mudah2an apa yg aku lakukan membawa berkah, amin.

"Ustadzah, ma hadza..??"
"ustadzah, limadza ha kadza..?"
banyak pertanyaan yang terlontar dari mulut mungil mereka. aku hanya bisa tersenyum..^_^,. sedikit demi sedkit aku coba tuk jelaskan ke mereka tentang kehidupan di Mesir. Hingga akhirnya mereka memberanikan diri tuk berkomunikasi langsung dengan orang-orang Mesir.



Sebuah pengalaman yang begitu berharga bagiku, yang mungkin tidak akan kutemui lagi jika aku sudah pulang ke tanah air. memang kegiatan yang begitu padat, dari mulai membangunkan mereka sahur, mengajak mereka shalat jama'ah, mengawasi mereka dalam pelatihan bahasa arab di Jannatul ma'wa. Hingga menemani mereka tuk berkunjung di tempat2 bersejarah. kalau boleh dikata 24 jam aku bersama mereka.



Walau hanya 10 hari aku bersama mereka. Sungguh ini semua bak mimpi yang tak kan pernah hilang dari ingatanku. kesemangatan dan tawa canda di wajah mereka, itu semua yang membuat kepenatan dalam diripun langsung hilang entah kemana...

mudah2an ilmu yang mereka dapatkan di bumi kinanah ini bermanfaat, amin.
dan bisa mereka terapkan di pondok, hingga bisa disalurkan kpd teman2 yg lain.
moga suksess adik2ku.....^_^,.

*WISH YOU LUCK *

Jumat, 12 Agustus 2011

Muhammad Rasyid Ridha

(sang reformis salafiah modern )


* Pendahuluan

Perkembangan pemikiran Islam senantiasa meluas kepenjuru dunia Dari perkembangan pemikiran itu dapat kita lihat bagaimana corak pergerakan dan cara pandang keagamaan yang sangat memengaruhi kehidupan sosial, politik, dan budaya umat Islam. Dengan itu mulailah bermunculan sosok reformis seperti Muhammad Abduh, Badi’uzzaman Nursi, Jamaluddin al-Afgani, Rasyid Ridho dan para tokoh pembaharu lainnya.

Kali ini penulis akan mambahas Muhammad Rasyid Ridha sang reformis salafiah modern yang mencoba menafsirkan kembali nila-nilai Islam, dan berupaya menemukan landasan yang kokoh bagi pembaharuan kehidupan kaum muslimin, sehingga mereka akan lebih modern dan rasional dalam berfikir.

* Biografi singkat Muhammad Rasyid Ridha

Muhamrnad Rasyid bin Al Ridha bin Syamsuddin bin Baha’uddin al-Qalmuni al-Husaini, Lahir pada tanggal 27 jumadil awal tahun 1282 H / 1865 M di sebuah desa bernama Qalmun, di sebelah selatan kota Tharablas (Tripoli) atau Syam, ayahnya yang sangat muhtarom hingga tak heran jika anaknya tumbuh sebagai sosok anak yang cerdas. Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama. Jika di telisik lebih jauh, ternyata Rasyid Ridha memiliki pertalian darah dengan Husen Anak dari Ali bin Abi Thalib dan Sayidina Fatimah (putri Rasulullah SAW).

Setelah menamatkan pelajaran dilingkungan tempat tinggalnya, yang dinamai al-Kuttab, Ridha dikirim oleh orangtuanya ke Tripoli ( Libanon ) untuk belajar di Madrasah Ibtidaiyah yang mengajarkan ilmu nahwu, shorof, akidah, fiqih, berhitung dan ilmu bumi, dengan bahasa pengantar adalah bahasa Turki, mengingat Libanon waktu itu ada dibawah kekuasaan kerajaan Utsmaniyah.

Ridha tidak tertarik pada sekolah tersebut, setahun kemudian dia pindah kesekolah Islam negeri yang merupakan sekolah terbaik pada saat itu dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, disamping diajarkan pula bahasa Turki dan Prancis. Sekolah ini dipimpin oleh ulama besar Syam ketika itu, yaitu Syaikh Husain al-Jisr yang kelak mempunyai andil besar terhadap perkembangan pemikiran Ridha sebab hubungan keduanya tidak berhenti meskipun kemudian sekolah itu ditutup oleh pemerintah Turki. Dari Syaikh inilah Ridha mendapat kesempatan menulis dibeberapa surat kabar Tripoli yang kelak mengantarnya memimpin majalah al-Manar.

Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak. Antara lain, Tarikh Muhammad Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhammad Abduh), Nida’ Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri’ Al-’Am (Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid (dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (hak-hak wanita Muslim).

* Sosok Pembaharu didunia islam

Di bidang agama, Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur dengan bid’ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang kepada Alquran dan Sunah. Menurutnya, Al-quran dan hadis harus dilaksanakan serta tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan berkembang.

Di bidang pendidikan, Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika menguasai bidang ini. Oleh karenanya, dia banyak menghimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah di Kairo pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da’wah wa Al-Irsyad.

Dalam bidang politik, Rasyid Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi Al-jami’ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) di bawah naungan khalifah.

Khalifah harus ditaati sepanjang pemerintahannya dijalankan sesuai dengan ajaran agama. Ia merupakan kepala atau pemimpin umat Islam sedunia, meskipun tidak memerintah secara langsung setiap negara anggota. Dan menurut Rasyid Ridha, seorang khalifah hendaknya juga seorang mujtahid besar yang dihormati. Di bawah khalifah seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat Islam dapat terwujud.

* Kitab yang menjadi pengaruh hidupnya.

Selain menekuni pelajaran di sekolah tempat ia menimba ilmu, Rasyid Ridha juga rajin mengikuti beberapa perkembangan dunia Islam melalui surat kabar Al-’Urwah Al-Wusqo (sebuah surat kabar berbahasa Arab yang dikelola oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, dan diterbitkan selama masa pengasingan mereka di Paris).

Melalui surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaru yang sangat dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaru dari Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaru dari Mesir. Ide-ide brilian yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu.

Keinginan untuk bertemu dengan Al-Afghani ternyata belum tercapai, karena tokoh ini lebih dahulu meninggal dunia. Namun, ketika Muhammad Abduh dibuang ke Beirut pada akhir 1882, Rasyid Ridha berkesempatan berdialog serta saling bertukar ide dengan Abduh. Pertemuan dan dialog dengan Muhammad Abduh semakin menumbuhkan semangat juang dalam dirinya untuk melepaskan umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kebodohannya.

kegemarannya dalam membaca kitab “Ihya Ulumiddin” karya Imam al-Ghazali yang dibacanya berulang-ulang hingga benar-benar mempengaruhi jiwa dan tingkah lakunya . Sampai beliau pernah berkata “Aku selalu berusaha agar jiwaku suci dan hatiku jernih, supaya aku siap menerima ilmu yang bersifat ilham, serta berusaha agar jiwaku bersih sehingga mampu menerima segala pengetahuan yang dituangkan kedalamnya”.Dalam rangka menyucikan jiwa inilah, Ridha menghindari makan-makanan yang lezat-lezat atau tidur diatas kasur, mengikuti cara yang dilakukan kaum sufi..

* “Al- manar” karya populer (magnum opus).

Majalah al-Manar sendiri terbit edisi perdana pada tanggal 17 Maret 1898. berupa media mingguan sebanyak delapan halaman, yang mana melalui majalahnya ini merupakan benih yang baik, menjadikan kaum Muslimin mengarahkan perhatian mereka kepada hadis-hadis Rasulullah. Dan al-manar sendiri bersandarkan pada al-maroji’ al-islami. Hal ini mendapatkan sambutan hangat tidak hanya di Mesir tetapi juga negara-negara sekitarnya.

Melalui kuliah tafsir yang rutin dilakukan di Universitas Al-Azhar, Rasyid Ridha selalu mencatat ide-ide pembaharuan yang muncul dalam kuliah yang diberikan Muhammad Abduh. Selanjutnya, catatan-catatan itu disusun secara sistematis dan diserahkan kepada sang guru untuk diperiksa kembali. Selesai diperiksa dan mendapat pengesahan, barulah tulisan itu diterbitkan dalam majalah al-Manar. Kumpulan tulisan mengenai tafsir yang termuat dalam majalah Al-Manar inilah yang kemudian dibukukan menjadi Tafsir Al-Manar.

Tafsir al-Manar yang bernama Tafsir al-Quran al-Hakim memperkenalkan dirinya sebagai kitab tafsir satu-satunya yang menghimpun riwayat-riwayat yang shahih dan pandangan akal yang tegas yang menjelaskan hikmah-hikmah syariah serta sunnatullah yang berlaku terhadap manusia dan menjelaskan fungsi al-Qur'an sebagai petunjuk untuk seluruh manusia disetiap waktu dan tempat serta membandingkan antara petunjuknya dengan keadaan kaum Muslimin..

* Kembali ke manhaj salafi

Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai Sufi dengan mengikuti Tarekat Naqsyabandiyyah, beliau menuturkan, “Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi dan paling tersembunyi dari misteri-misteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buih-buihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan itu berakhir ke tepian damai, ‘pemahaman Salaf ash-Shalih’ dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah kesesatan yang nyata.”

Dalam pandangan al-Allamah Muhammad Kurdi Ali: “Rasyid Ridha mendirikan majalah al-Manar dan menjadikan tema pertamanya “'reformasi islam”. beliau meninggalkan sufisme dan kembali ke manhaj salafi. Dalam memainkan peranan ini, beliau termasuk orang yang banyak mengambil ilmu dari kitab-kitab salaf dan menukil dari pemahaman mereka”. Melalui majalahnya al-Manar, Rasyid sangat mengingkari perbuatan para ahli tarekat Sufi itu. Sebab ia sudah melihat sendiri betapa kemungkaran dan bid’ah yang terjadi dalam berbagai kegiatan spritual tarekat-tarekat sufi.

* Perbandingan dengan gurunya “Muhammad Abduh”

Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Kedua syeikh ini, tidak ragu lagi merupakan tokoh pembaharu Islam paling terkemuka pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20. mereka dengan caranya masing-masing telah mencoba menawarkan dan melontarkan beberapa gagasan pembaharuan. Dalam konteks sejarah pembaharuan Islam, pengamatan dan penulusuran terhadap kedua tokoh pembaharuan ini akan menjadi menarik, sebab keduanya akan disoroti lewat kerangka hubungan guru dengan murid..

Muhammad Abduh telah terbiasa berfikir rasional semenjak usia muda. Hal ini terlihat dengan ketidak puasannya dengan sistem pengajaran di Thanta 1862 M. Sedangkan Rasyid Ridha kebiasaan berfikir rasionalnya baru muncul setelah membaca majalah al-Urwah al-Watsqa. Terlebih lagi stelah bertemu langsung dan berdialog dengan Muhammad Abduh. Sementara sebelumnya, Rasyid Ridha dibesarkan dan dipengaruhi oleh lingkungan yang tradisional.

Muhammad Abduh mempunyai hubungan yang luas dengan dunia Barat, pandai berbahasa asing, sehingga dia mampu membaca buku-buku dan naskah-naskah dari Barat. Sementara Rasyid Ridha tidak banyak berhubungan dengan dunia Barat, dan kemampuan berbahasa asingnya relatif kurang, jika dibandingkan dengan Muhammad Abduh

Muhammad Abduh termasuk orang yang liberal dalam memandang aliran atau mazhab, sehingga dia dituduh menganut aliran Mu'tazilah, walaupun dia menentang keras tuduhan tersebut. Nampaknya, hal ini dilakukan semata-mata karena ingin bebas dalam berfikir. Sedangkan Rasyid Ridha dalah pemegang mazhab sampai akhir hayatnya. Dia masih terikat pada pendapat-pendapat Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah.

Dalam beberapa hal, Rasyid Ridha lebih unggul dari gurunya, Muhammad Abduh, seperti penguasaannya dibidang hadits dan penafsiran ayat dengan ayat serta keluasan pembahasan berbagai masalah. Disisi tertentu, Ridha pun memiliki konsep yang sama dengan Abduh, seperti penggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an dan bersikap kritis atas hadits-hadits yang dianggap shahih oleh umat Islam mayoritas

Ridha wafat dalam sebuah kecelakaan mobil setelah mengantar Pangeran Sa'ud al-Faisal ( yang kemudian menjadi raja Saudi Arabia ) dari kota Suez di Mesir pada tanggal 22 Agustus 1935 M.

* Penutup

Muhammad Rasyid Ridha, beliau sebagai penopang dan da'i terbesar bagi gerakan salafiyyah di Mesir khususnya, dan di negeri-negeri Arab pada umumnya, yang gigih berjuang di jalan Allah SWT dan bisa mempertahankan syariat islam.

Dalam uraian yang sederhana ini, akan tampak betapa barat perjuangan para ulama’ terdahulu, demi mengibarkan bendera islam di jagat raya ini. Hendaknyalah kita sebagai generasi penerus untuk bisa memegang estafet perjuangan tersebut. amin.




Daftar pustaka:

1. Hamdy Zaqzuq, Mahmud. A’lam Al-fikri Al-islami. Cairo hal-946.
2. ‘Abdul maqsud Ibrahim, Yusuf. Muhammad Rasyid Ridha fi khidmati sunnah. Cairo
3. Mahmud Tsahatah, ‘Abdullah. al-Imam Muhammad ‘Abduh baina al-Manhaj al-Dini wa al-Manhaj al-Ijtima’i. Cairo.
4. Al-Bana, Jamal. Al-Sayid Rasyid Ridha munsyi’ al-Manar wa ra’id al-Salafiah al-Haditsah. Cairo

Kamis, 11 Agustus 2011

Benah diri

Dalam lelah dan resahku.

Dalam bimbang yang kian hilang arah.

Jiwapun hampa dengan jauhnya cahayaMu

Di pelik Kehidupan penuh fatamorgana

Ya rabb …

Wahai engkau maha pemberi petunjuk.

Jangan biarkan hati ini mendung.

Beningkan keruhnya kehidupan.

Berikan Secercik cahaya kekuatanMu

Biarkan lah qalbu menjadi lebih baik.

Perkenankan ia kiranya membenah diri.

Dengan ridha dan karuniaMu.