Jumat, 07 Oktober 2011

Perbandingan perspektif antara teologi Jabariyah & Qodariyah

A. Muqoddimah

Aqidah menurut bahasa berasal dari kata ‘aqd. Yang berarti penguatan, pemantapan, dan pengikatan dengan kuat. Sedangkan menurut istilah, yakni keimanan yang teguh, yang tidak dihinggapi suatu keraguan apapun bagi pemiliknya. Dengan demikian, aqidah islamiyah berarti keimanan yang teguh kepada Allah ta’ala berupa tauhid dan ketaatan kepada malaikat, kitab-kitabnya, para Rasul, hari akhir, takdir dan semua perkara ghaib, serta berita-berita lain dan hal-hal yang pasti, baik berupa ilmu pengetahuan maupun dalam amal perbuatan.

Aqidah kerap disebut juga dengan ilmu kalam, itu dikarenakan banyak timbulnya madzhab ataupun banyaknya mutakalimin yang membahas tentang aqidah islamiyah. Jika dilihat dengan kacamata positif, maka beragamnya aliran dan mazhab dalam islam itu menunjukkan bahwa umat islam adalah umat yang kaya dengan corak pemikiran. Ini berarti umat islam adalah umat yang dinamis, bukan umat yang statis dan bodoh yang tidak pernah mau berfikir. Namun dari semua aliran yang mewarnai perkembangan umat islam itu, tidak sedikit juga yang mengundang terjadinya konflik dan membawa kontroversi dalam umat, khususnya aliran yang bercorak atau berkonsentrasi dalam membahas masalah teologi. Agar tidak terjebak dalam kesalah pahaman teologi tersebit, maka perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam.

Terkait Qada’ dan Qadar, mula-mula muncul permasalahan tentang kebebasan dan keterpaksaan manusia (al-jabr wa al-ikhtiyar). Pemikiran masalah ini melahirkan dua paham pemikiran ekstrim yang berbeda, yaitu jabariyah dan qadariyah. Secara garis besar paham Jabariyah dan Qodariyah sangatlah bertentangan, yang mana jabariah sangat berpegang teguh dangan taqdir Allah SWT, sementara Qodariyah mengingkari adanya taqdir Allah SWT.

Untuk lebih jelasnya tentang aliran Jabariyah dan Qodariyah akan dipaparkan dalam pembahasan berikut, dengan sub-sub: defenisi Jabariyah dan Qodariyah, Asas-asas dasar kedua teologi ini, dan perbandingan antara keduanya.


B. Defenisi teologi Jabariyah dan Qodariyah

1. Jabariyah

Nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang memiliki arti memaksa . Aliran Jabariyah muncul di khurasan. Pelopor aliran ini adalah al-Ja’d bin dirham (yang tebunuh tahun 124 H). Ide Jabariyah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran muridnya yaitu jahm bin shafwan. Dan teologi ini menurut Jahm bin Shafwan: Manusia tidak mempunyaikekuasaan untuk berbuat apa2, manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan-perbuatanya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya .

Paham ini pada dasarnya sudah ada sejak sebelum datangnya Islam kenegeri Arab, konon negeri arab yang penuh dengan gurun pasir sahara telah member pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ditengah bumi yang disinari terik mata hari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, disana sini hanya tumbuh rumput keras dan beberapa pohon yang cukup kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara. Dengan suasana alam yang demikian menyebabkan mereka tidak punya daya dan kesanggupan apa-apa melainkan semata-mata patuh, tunduk, dan pasrah kepada kehendak Allah SWT.

Aliran Jabariyah berpendapat mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini merupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatupun termasuk didalamnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Aliran Jabariyah mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedaunan yang bergerak diterpa angina tau dalam ilustrasi yang sangat sedehana bisa dicontohkan bahwa aliran Jabariyah menggambarkan manusia bagaikan robot yang disetir oleh remote control.

2. Qodariyah

Kata Qodariyah berasal dari kata Qadara yang memiliki arti kekuatan atau kemampuan, disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah SWT.

Faham Qadariyah dengan tokoh utamanya Ma’bad bin Khalid al-Juhani dan Ghailani al-Dimasyqi. Mereka mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk islam di Irak kemudian masuk Kristen lagi, menyatakan bahwa semua perbuatan manusia adalah karena kehendaknya sendiri, bebas dari kehendak Allah. Jadi, perbuatan manusia berada di luar ruang lingkup kekuasaan atau campur tangan Allah swt.

Menurut al-Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’I yang baik. Tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak ‘abd ar-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur sajistan,dan menentang kekuasaan bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj. Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80 H .

Setelah itu Ghilan sendiri terus menyiarkan faham Qodariyahnya di Damasqus, tetapi mendapat pertentangan dari khalifah Umar bin Abdul Aziz, setelah khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, maka beliau melanjutkan kagiatanya yang lama sehingga ai akhirnya mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd al-Malik (724-743 M). Sebelum dihukum bunuh ia sempat berkata:

Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya, manusia-manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaanya sendiri dan manusia sendiri yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri .

Aliran mu’tazilah bisa dikatakan sama dengan Qodariyah, atau bisa dibilang bahwasanya faham Qodariyah masuk dalam aliran mu’tazilah. Karena keduanya mempunyai salah satu cirri yang sama yaitu manusialah yang membuatpekerjaanya sendiri.

C. Asas-asas dasar ajaran teologi Jabariyah

Ayat-ayat yang dijadikan dasar ajran teologi Jabariyah diantaranya:

1. Tidak ada bencana yang menimpa muka bumi dan diri kamu kecuali telah ditentukan (didalam buku) sebelum kami wujudkan.(al-Hadid:22)

2. Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.(as-Shafft:96)

3. Tidak kamu menghendaki, kecuali Allah menghendaki.(al-Insan:30)

Ayat-ayat yang dijadikan dasar ajaran teologi Qodariyah diantaranya:

1. Buatlah apa yang kamu hendaki, sesungguhnya ia melihat apa yang kamu perbuat (Fussilat:40)

2. Tuhan tidak mengubah apa yang ada pada suatu bangsa, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.(al-Rafd:11)

3. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(an-Nisa:111)


D. Perbandingan antara Jabariyah & Qodariyah.

Dalam faham Jabariyah, mereka menganggap bahwasanya perbuatan manusia bagai kapas yang melayang diudara yang tidak memiliki sedikitpun daya untuk menentukan gerakanya yang ditentukan dan di gerakkan oleh arus angin. Sedang yang berfaham Qodariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia sendiri, dalam artian sesungguhnya manusia itu mempunyai otoritas mutlak untuk merubah nasibnya sendiri, bukan atas kehendak Allah swt.

Murji’ah lebih cendrung pada faham Jabariyah yaitu mengusung bahwasanya Allah SWT adalah qodim bukan hadits. Lain halnya dengan mu’tazilah yang juga menganut faham Qodariyahyang mana mereka mengingkari Allah SWT adalah qodim, dan mereka juga beranggapan bahwasanyakalam Allah SWT adalah makhluk.

Pada musibah gempa di Sumatra (padang, jambi, dan Bengkulu) yang baru saja terjadi, dari kedua faham ini akan timbul pendapat yang masing-masing mempunyai efek yang berbeda. Bagi yang berfaham Jabariyah, sudah cukupbila tindakan membantu korban dan memetik hikmah dari kejadian tersebut. dan hikmah yang dimaksud adalah dengan mengakui kesalahan dan dosa, setelah itu tidak mengulangi dosa yang telah diperbuat. Sedang yang berfaham Qodariyah, meski gempa tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun mereka akan menyelidiki apakah kejadian gempa tersebut akibat manusia yang telah mengganggu ekosistem kehidupan dan menyebabkan alam marah? Dengan begitu faham Qodariyah akan lebih banyak melakukan investigasi pencaritahuan) lebih besardari pada Jabariyah.

E. Penutup

Setelah kita membaca dan menelaah tulisan sederhana diatas secara otomatis dapatlah kita menyimpulkan bahwa faham Jabariyah disebut juga sebagai faham tradisional dan konservatif dalam islam dan faham Qodariyahdisebut juga sebagai faham rasional dan liberal dalam islam. Kedua faham teologi islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama)- sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (al-Qur’an dan hadits-hadits nabi Muhammad SAW), dan aqli (argument pikiran)

Pada faham Jabariayh mereka sangat ekstrim menganggap semua hal yang terjadi mutlak atas kehendak Allah SWT.dan pada faham Qodariyah mereka juga sangat ekstrim menganggap manusia sendirilah yang menentukan segala sesuatu dengan kehendak sendiri tanpa ada ketetapan dari allah SWT. Kedua faham ini sangatlah berlebihan. Dan pada kenyataanya Allah SWT tidak menyukai hal yang berlabih-lebihan “innallaha la yuhibbul musrifin”

Alangkah akan lebih baik jika kita mengambil kemoderatan atau jalan tengah dari kedua faham ini, yakni dengan meyakini bahwasanya Allah SWT telah menentukan semuanya, akan tetapi kita sebagai hamba seharusnya agar tetap selalu berusaha dan bukan hanya pasrah begitu saja. Wallahu a’lam bisshawab…




Daftar Pustaka

1. Al-Qur’an dan terjemahnya oleh Dapertemen Agama RI, al-Hikmah, Jawa Barat, Indonesia, 2007

2. Al-Amidy, Ghayah al-Maram fi ilmi al-kalam, al-Majlis al-‘Ala li syu’unal-islamiyah, al-Qahirah, 1971, hal-85.

3. Nata Abudin. Ilmu Kalam Filsafat dan Tasawuf (dirasah islamiyah, Jakarta: Grafindo Persada hal-35

4. Ali al-Musthafa, al-Ghurabi, Trikh al-firaq al-Islamiyah. Cairo hal-33

1 komentar:

  1. hmm.. makalah pertama Q. di SSC (Salsabila Study Club) Sabtu, 10 Oktober 2009.

    (Awal mula Q belajar menulis)^_^,.

    BalasHapus